AIPI Sumsel Kritik Keras Baznas: “Gerbang Penderitaan, Bukan Pertolongan”

SUMSEL, TirtaNews — Polemik nasional terkait persyaratan bantuan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) kembali memicu gelombang protes publik. Di berbagai saluran media sosial, keluhan warga terkait rumitnya proses pencairan bantuan semakin ramai dibicarakan. Nada utamanya seragam: bantuan kian sulit diakses, sementara kebutuhan dasar terus mendesak.
Di tengah suara publik tersebut, Ketua Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Sumatera Selatan, Dr.(c) Ade Indra Chaniago, M.Si, melontarkan kritik keras. Ia menilai sejumlah kebijakan administrasi di Baznas daerah tidak selaras dengan mandat lembaga itu sebagai penyalur zakat dan bantuan sosial.
Dalam pernyataannya pada Jumat (21/11), Ade menyebut praktik birokrasi sejumlah Baznas daerah terlalu membebani masyarakat miskin yang hendak meminta bantuan. Menurutnya, syarat administratif yang panjang justru memperlambat penyaluran bantuan bagi warga yang berada dalam kondisi darurat.
“Ini kezaliman yang dibungkus aturan. Syarat-syarat itu tidak masuk akal dan tidak manusiawi,” ujar Ade. Ia menilai proses rekomendasi pejabat daerah—yang kerap diwajibkan untuk perbaikan rumah tidak layak huni—menjadi hambatan bagi warga yang membutuhkan penanganan cepat.
Ade menyebut kondisi tersebut membuat Baznas tampil seperti institusi birokrasi yang kaku, bukan sebagai penolong bagi masyarakat rentan.
Ade kemudian meminta pemerintah pusat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme penyaluran bantuan zakat. Ia menyerukan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan perhatian khusus terhadap isu tersebut.
“Ini bukan lagi persoalan lokal, tetapi darurat kemanusiaan,” kata Ade.
“Saya mendesak Presiden untuk melakukan audit nasional dan mengevaluasi pengurus yang dianggap tidak menjalankan amanah.”
Ia juga meminta Baznas RI untuk mengambil alih penanganan di daerah-daerah yang dinilai tidak mampu melakukan perbaikan tata kelola.
Di banyak daerah, warga mengaku harus mengumpulkan beragam dokumen sebelum menerima bantuan. Kondisi tersebut menimbulkan dilema bagi mereka: mengurus berkas atau memenuhi kebutuhan harian.
Bagi warga yang rumahnya rusak, anaknya sakit, atau kehilangan mata pencaharian, persyaratan administrasi dianggap mempersulit akses terhadap hak mereka sebagai penerima zakat.
Ade menegaskan bahwa zakat merupakan dana umat yang seharusnya disalurkan dengan sederhana dan cepat, terutama kepada mereka yang berada dalam kondisi rentan.
Pernyataan keras Ade menambah tekanan terhadap pemerintah pusat dan Baznas RI untuk menanggapi persoalan ini. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Baznas RI maupun pemerintah terkait seruan tersebut.
Ade menutup pernyataannya dengan imbauan agar negara hadir secara nyata dalam urusan pelayanan publik, terutama bagi warga miskin.
“Jika negara benar-benar hadir, maka inilah waktu paling tepat untuk membuktikannya,” ujarnya. (BR/Red)
