Langka Solar Dipicu Diskon Jumbo dan Gangguan Aplikasi X-Star

PALEMBANG, TirtaNews – Kelangkaan solar kembali terjadi di sejumlah daerah. Di tengah antrean panjang di SPBU dan keluhan pengusaha angkutan, sorotan publik kini tertuju pada dugaan permainan harga solar industri yang melibatkan perusahaan besar dan pejabat di lingkungan Pertamina Patra Niaga. Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K MAKI) bahkan menuding adanya praktik “diskon gila-gilaan” yang membuat korporasi swasta menikmati keuntungan setara subsidi pemerintah.
Kejaksaan Agung menetapkan 18 tersangka dalam perkara dugaan korupsi tata kelola penjualan minyak oleh PT Pertamina Patra Niaga. Dalam pemeriksaan terbaru, penyidik memanggil HG, Direktur PT Adaro, perusahaan pertambangan besar yang disebut memiliki keterkaitan dengan para tersangka.
“PT Adaro merupakan pelanggan lama PT Pertamina Patra Niaga dalam pembelian bahan bakar minyak,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung yang kini menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Menurut Kejaksaan, Adaro rutin membeli solar industri untuk operasional tambang dengan volume 500–600 ribu kiloliter per tahun sejak 2018. Situs resmi Kementerian ESDM mencatat bahwa kontrak penjualan solar antara Pertamina dan Adaro telah diteken sejak Mei 2015 dan berlaku selama sepuluh tahun.
Penyidik menemukan indikasi bahwa Adaro mendapat potongan harga mencapai 45–55 persen dari Pertamina—angka yang jauh di atas diskon pembeli besar lain yang hanya berkisar 22–32 persen untuk pembayaran tunai.
“Pada 2021, total pembelian solar industri PT Adaro mencapai 521.540 kiloliter. Saat itu harga solar industri sekitar Rp12 ribu per liter, tapi Adaro hanya membayar Rp6 ribu,” ujar Kapuspenkum.
Harga tersebut dinilai janggal karena lebih murah daripada solar subsidi yang saat itu dijual Rp9.700 per liter. Pemberian diskon berada dalam kewenangan Direktur Utama Pertamina Patra Niaga dan bisa disetujui Direktur Utama Pertamina bila pembelian berasal dari stok nasional.
Dalam persidangan, mantan Direktur Utama Patra Niaga, Alfian Nasution, membenarkan adanya harga khusus bagi Adaro. Ia menyebut pemberian diskon dilakukan karena Pertamina khawatir Adaro beralih ke pemasok lain.
“Pada saat itu ada rencana kompetitor, yaitu Exxon, masuk sebagai pemasok Adaro. Ini dikhawatirkan berpengaruh pada pasar Pertamina di Kalimantan,” ujar jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Alfian.
Merespons fakta persidangan, K MAKI mendesak Kejaksaan Agung menetapkan Adaro sebagai tersangka korporasi.
“Sudah seharusnya PT Adaro ditetapkan sebagai pelaku corporate crime terkait perkara dugaan korupsi tata kelola penjualan minyak Pertamina,” kata Deputi K MAKI, Feri Kurniawan.
Menurut K MAKI, selisih harga Rp3.700 per liter dari nilai subsidi yang dinikmati Adaro berpotensi menimbulkan kerugian negara sekitar Rp1,8 triliun per tahun sejak 2018. Total keuntungan yang diduga dinikmati perusahaan disebut mencapai Rp12 triliun dalam enam tahun terakhir.
“Keuntungan itu muncul akibat kebijakan diskon besar-besaran dari PT Patra Niaga,” ujar Feri.
Ia menegaskan bahwa Adaro layak diproses sebagai terduga pelaku kejahatan korporasi dalam perkara tersebut. (BR/Red)
