WH Disebut Bertanggung Jawab Dalam Kasus Korupsi Hibah Ponpes
Serang, TirtaNews – Salah satu terpidana perkara pemberian hibah Ponpes Provinsi Banten tahun anggaran 2018 dan tahun anggaran 2020 Toton Suriawinata mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung melalui PN Serang.
Dilansir Bantennews.co.id, Pada memori PK yang diajukan, Toton menguraikan alasan dirinya mengajukan PK yaitu sesuai pasal 263 ayat (2) KUHAP yaitu adanya novum, adanya pernyataan/pertimbangan hakim dalam putusan yang saling bertentangan, dan adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata.
Selanjutnya Toton menjelaskan bahwa penanganan perkara yang menimpanya telah terjadi kekhilafan atau kekeliruan. “Bukan saja oleh hakim, tetapi mulai dari tahapan penyidikan, penyampaian dakwaan dan tuntutan oleh JPU, penyampaian putusan mulai tingkat PN, PT dan Kasasi, ini terjadi akibat pada tahap penyidikan kontruksi hukum yang dibangun keliru dan tidak sempurna,” ujar Toton melalui keterangan tertulisnya, Kamis (20/7/2023).
Ia menduga ada pihak-pihak lain yang merupakan pihak yang paling berwenang dalam pemberian hibah tidak dihadapkan sebagai tersangka atau terdakwa dalam perkara korupsi hibah pondok pesantren pada saat itu.
Hal itu tertuang dalam putusan majelis hakim yang menyebut ada pihak lain yang harus dimintakan pertanggung jawaban yaitu TAPD dan DPKAD tahun anggaran 2018 dan TAPD, BPKAD serta FSPP Provinsi Banten selaku penerima hibah tahun 2018 untuk 172 ponpes. “Sampai saat ini pihak-pihak tersebut belum diminta pertanggungjawaban.”
Kekhilafan atau kekeliruan nyata dalam penentuan konstruksi hukum mulai tahapan penyidikan sampai putusan kasasi, menyebabkan sampai saat ini Kajati Banten tidak melakukan eksekusi atas nilai Kerugian Negara. Pertimbangan bahwa nilai kerugian negara dan siapa yang bertanggung jawab dalam pengembalian nya tidak terdapat pada amar putusan.
Selanjutnya Toton menegaskan bahwa dirinya bersama terdakwa Irvan Santoso terbukti sebagaimana putusan inkrah, tidak menerima sepeserpun dalam pemberian hibah Ponpes baik TA. 2018 maupun 2020.
“Saya hanya melaksanakan tugas administratif sesuai dengan kewenangan saya yaitu tim Evaluasi Hibah Biro Kesra. Bahwa untuk hibah TA. 2018 saya sudah melakukan proses evaluasi atas proposal yang di ajukan FSPP dan sama sekali tidak merekomendasikan adanya bantuan untuk Ponpes, namun karena tanggal 16 November 2017 Gubernur Wahidin Halim bersama pimpinan DPRD telah menetapkan FSPP Provinsi Banten sebagai Penerima Hibah 2018 dengan bantuan untuk 3.264 Ponpes, serta adanya proposal revisi dari FSPP maka tim evaluasi pada tanggal 22 November 2017 kembali melakukan evaluasi sebagai salah satu bentuk koreksi atas dokumen KUA – PPAS yang mencantumkan bantuan untuk 3.264 Ponpes. Padahal data Ponpes yang memiliki IJOP pada saat itu hanya 3.122 Ponpes masa saya melakukan perbutan hukum tersebut dianggap melakukan tindak pidana,” tandas Toton.
Selanjutnya untuk pemberian hibah Ponpes TA. 2020, sesuai dengan putusan inkrah Toton jelaskan bahwa dirinya dianggap melakukan penyalahgunaan wewenang karena tidak melakukan evaluasi pada proses penganggaran hibah. “Ini terjadi kekeliruan hakim dalam putusannya karena emang pada proses penganggaran tidak ada satupun Ponpes yang menyampaikan Proposal baik secara fisik maupun di website ehibahbansos.bantenprov.go.id. jadi apa yang harus saya evaluasi,” ujarnya.
Toton menambahkan, proses penetapan penerima hibah Ponpes TA. 2020 tanpa ada proses evaluasi dan tidak ada rekomendasi dari Biro Kesra. “Kalau ini dianggap salah, logikanya seharusnya yang dipersoalkan adalah pihak yang bertanggung jawab dalam proses penetapan. Bahwa untuk membuktikan fakta bahwa tidak ada Ponpes yang mengajukan proposal,” kata Toton.
Toton melampirkan Print out data ehibahbansos.bantenprov.go.in pada memori PK-nya. Ia berharap majelis PK dapat mengabulkan permohonan PK yang diajukannya, jangan memasukan fakta dan pertimbangan hukum yang salah kepada orang yang tidak bersalah.”
Untuk diketahui, Kejati Banten merilis nilai kerugian negara Rp117 miliar, kemudian pada dakwaan/tuntutan nilai kerugian negara sebesar Rp70 miliar, sementara pada putusan inkrah nilai kerugian negara ditetapkan sebesar Rp19,1 miliar. Sampai saat ini Kejati Banten hanya berhasil mengembalikan Rp8 juta ke kas negara.
Sebelumnya, eks Kabiro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Irvan Santoso divonis 4 tahun 4 bulan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang. Dia terbukti bersalah melakukan korupsi hibah ponpes tahun anggaran 2018-2019. Vonis 4 tahun 4 bulan dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan juga dijatuhkan kepada terdakwa Toton Suriawinata selaku Ketua Tim Evaluasi dan Verifikasi penyaluran hibah ponpes.