DPRK Paniai Bentuk Pansus Terkait Aspirasi Masyarakat Soal Penolakan Penempatan Aparat Non-Organik

0
DPRK Paniai Bentuk Pansus Terkait Aspirasi Masyarakat Soal Penolakan Penempatan Aparat Non-Organik

Oplus_131072

Views: 36

PANIAI, TirtaNews — Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Paniai resmi membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat mengenai penolakan penempatan aparat militer dan kepolisian non-organik di sejumlah distrik. Keputusan pembentukan Pansus tersebut disahkan melalui Sidang Paripurna pada 13 November 2025 di ruang sidang DPRK Paniai.

Aspirasi yang diterima DPRK disampaikan melalui Koalisi Masyarakat Anti Militerisme (KOMAN) Paniai, yang menghimpun pernyataan dari warga Distrik Ekadide, Agadide, Yagai, Kebo, dan sejumlah wilayah lain. Mereka menyampaikan sepuluh poin sikap yang pada intinya menolak penempatan pasukan non-organik dan pembangunan pos-pos aparat di wilayah Paniai.

Pernyataan tersebut, menurut KOMAN, mencerminkan kekhawatiran masyarakat akan dampak sosial dan psikologis yang dinilai mengganggu rasa aman warga.

Ketua DPRK Paniai, Yanurius Yumai, S.PWK, menjelaskan bahwa pembentukan Pansus dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab lembaga perwakilan rakyat dalam menindaklanjuti aspirasi masyarakat secara sah.

“Aspirasi masyarakat wajib kami respons sesuai mandat konstitusi. Pembentukan Pansus dilakukan agar persoalan ini dibahas dalam kerangka hukum dan prosedur resmi yang berlaku,” ujar Yumai.

Yumai menambahkan bahwa DPRK akan bekerja secara terukur dan tidak keluar dari ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Kami akan mengawal aspirasi ini tanpa mengabaikan aturan negara. Kami berharap dukungan semua pihak agar proses berjalan konstruktif dan menjaga ketertiban masyarakat,” katanya.

Ketua Pansus, Melianus Yatipai, S.H, menyatakan bahwa pihaknya akan menjalankan tugas berdasarkan norma hukum mulai dari UUD 1945, UU Otonomi Khusus, hingga peraturan turunan lainnya.

“Kami memahami kondisi psikologis masyarakat yang merasa khawatir dan trauma terkait pengalaman masa lalu. Namun langkah yang kami ambil harus tetap terukur berdasarkan sistem hukum nasional,” ujarnya.

Yatipai menyebut bahwa tugas Pansus mencakup pemetaan isu, analisis legal formal, koordinasi dengan pemerintah daerah, serta dialog dengan pemangku kepentingan termasuk aparat keamanan, perwakilan adat, tokoh agama, dan tokoh perempuan.

DPRK menyatakan bahwa hak penyampaian pendapat dijamin oleh sejumlah peraturan, antara lain:

UUD 1945 Pasal 28E Ayat (3)

UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berpendapat di Muka Umum

UU Nomor 21 Tahun 2001 & UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua

Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 dan UUPA No. 5 Tahun 1960 tentang Hak Adat

Namun, DPRK menegaskan bahwa kewenangan pertahanan dan keamanan merupakan ranah pemerintah pusat sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014.

Baik Yumai maupun Yatipai menekankan bahwa seluruh proses akan dilakukan dengan prinsip akuntabilitas, koordinasi resmi, dan menjaga stabilitas daerah.

“Masyarakat adalah unsur fundamental negara. Semua aspirasi akan dicari solusinya melalui jalur hukum dan dialog damai,” ucap Yatipai.

DPRK meminta seluruh warga tetap menjaga stabilitas sosial sambil menunggu hasil kerja Pansus. (Jeri/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *