JPU Dorong Penerapan Pasal 98 KUHAP untuk Kasus Penipuan dan Penggelapan di Banten

SERANG, TirtaNews – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Banten mendorong penerapan Pasal 98 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam dua perkara pidana yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Serang, Selasa, 23 September 2025. Upaya ini dilakukan agar korban dapat menuntut ganti kerugian langsung dalam perkara pidana tanpa perlu mengajukan gugatan perdata terpisah.
Dua perkara tersebut melibatkan terdakwa Puji Wahyono dan Antonius. Keduanya diadili dalam kasus berbeda, namun sama-sama didakwa melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan.
Puji Wahyono bin Sumardi didakwa melanggar Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP. Perkara ini bermula pada September 2024 ketika ia menawarkan kerja sama bisnis investasi mesin industri kepada korban berinisial M. Korban menyerahkan modal total Rp4,5 miliar melalui dua tahap perjanjian tertulis.
Alih-alih mengembalikan modal beserta keuntungan 15 persen yang dijanjikan, Puji hanya menyerahkan cek senilai Rp2 miliar yang ternyata tak dapat dicairkan. Belakangan terungkap bahwa dokumen-dokumen yang dipakai untuk meyakinkan korban merupakan hasil rekayasa. Dalam pertemuan Februari 2025, Puji akhirnya mengakui perbuatannya.
Korban M melaporkan peristiwa ini ke Polda Banten. Dalam persidangan kemarin, saksi korban sempat mengajukan permohonan penggabungan gugatan ganti kerugian. Namun majelis hakim menolak dan menyarankan korban mengajukan gugatan perdata secara terpisah.
Terdakwa kedua, Antonius bin (alm.) Sabar Marpaung, didakwa melanggar Pasal 374 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP. Kasus ini berawal dari Musyawarah Unit Kerja (Musnik) PUK SP KEP AC pada Oktober 2022. Dalam forum itu, Antonius yang menjabat ketua periode 2017–2021 tak memberikan laporan pertanggungjawaban keuangan.
Tim investigasi kemudian menemukan dugaan penggelapan dana organisasi melalui rekening PUK SP KEP AC di Bank BNI. Audit eksternal memperkirakan kerugian organisasi mencapai Rp2,1 miliar. Temuan itu lalu dilaporkan ke Polda Banten.
Seperti dalam kasus Puji, korban dalam perkara Antonius juga meminta penggabungan gugatan ganti kerugian ke dalam sidang pidana. Namun majelis hakim kembali menolak permintaan tersebut.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Banten, Rangga Ade Kresna, menyebut kedua persidangan berlangsung terbuka untuk umum dengan tetap mengedepankan asas peradilan yang adil, cepat, dan sederhana. “Penerapan Pasal 98 KUHAP diharapkan memberi ruang lebih besar bagi korban untuk memperoleh keadilan,” ujarnya. (Az/Red)