Warga Pulau Sangiang Desak Bupati Serang Tak Perpanjang HGB PT PKP
Konflik Agraria Berlarut, Warga Mengaku Terintimidasi dan Terjajah

Oplus_0
SERANG, TirtaNews – Perwakilan masyarakat dari Pulau Sangiang mendatangi Pendopo Bupati Serang pada Senin, 7 Juli 2025. Mereka mengadukan persoalan sengketa lahan yang telah berlangsung selama puluhan tahun dengan perusahaan pengembang, PT Pondok Kalimaya Putih (PT PKP).
Dalam pertemuan tersebut, masyarakat mendesak agar Pemerintah Kabupaten Serang dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Serang tidak memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) milik PT PKP yang telah habis masa berlakunya. Warga menilai keberadaan HGB selama ini menjadi sumber ketidaknyamanan dan intimidasi yang mereka alami di pulau.
Direktur Pena Masyarakat, Mad Haer Effendy, yang mendampingi warga Pulau Sangiang, mengapresiasi langkah Pemkab Serang yang membuka ruang dialog untuk menyelesaikan sengketa yang telah berlangsung sekitar 30 tahun. Ia berharap pertemuan ini tidak berhenti pada tataran wacana semata.
“Kami menunggu ketegasan dari Pemkab Serang dan meminta kepastian dari BPN Serang untuk segera menyelesaikan persoalan di Pulau Sangiang,” ujar Mad Haer.
Menurutnya, kehidupan warga di Pulau Sangiang selama ini terusik oleh konflik agraria dan tekanan yang mereka rasakan dari pihak perusahaan. Sebanyak 21 kepala keluarga yang masih menetap di pulau itu merasa hak-haknya sebagai warga negara diabaikan.
“Masyarakat tidak tenang di pulau. Mau menanam terganggu oleh hama babi, mau hidup tenang pun susah karena tekanan dari pihak perusahaan,” katanya.
Mad Haer juga menyoroti potensi Pulau Sangiang yang ditetapkan sebagai taman wisata alam. Menurutnya, pengembangan kawasan wisata seharusnya tidak mengorbankan masyarakat yang telah hidup turun-temurun di sana.
“Manusianya harus diakomodasi. Kehidupan dan hak hidup mereka harus dilindungi, baik secara hukum maupun secara sosial,” tegasnya.
Ia mendesak Bupati Serang, Ratu Rachmatuzakiyah, untuk mengambil sikap tegas demi melindungi warga Pulau Sangiang. Menurutnya, penerbitan ulang HGB akan semakin memperparah situasi dan menambah penderitaan masyarakat.
“Dengan keluarnya izin HGB, selama ini masyarakat merasa terjajah dan terintimidasi. Kami minta agar HGB tidak diperpanjang,” ujarnya.
Pulau Sangiang diketahui memiliki kekayaan potensi wisata alam yang besar. Namun, konflik agraria berkepanjangan telah menghambat pengembangannya secara berkelanjutan. Penyelesaian konflik serta pemberian kepastian hukum kepada warga menjadi langkah mendesak agar pulau ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat, bukan segelintir pihak. (Az/Red)