Rekonsiliasi Akbar Suku Amungme di Agimuga

0
Rekonsiliasi Akbar Suku Amungme di Agimuga
Views: 2

TIMIKA, TirtaNews — Suasana hening bercampur haru menyelimuti halaman Gereja dan Pastoran Paroki Kebangkitan Agimuga pada Selasa, 2 Desember 2025. Ratusan umat Suku Amungme dari berbagai klan dan marga berkumpul untuk mengikuti prosesi rekonsiliasi akbar yang dipimpin langsung oleh Uskup Keuskupan Timika, Mgr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA. Upacara ini menjadi penanda baru bagi masyarakat Amungsa untuk menanggalkan dendam dan luka lama yang diwariskan lintas generasi.

Dalam pengantar Ibadah Tobat bertema “Berdamai Dengan Masa Lalu Dalam Terang Kristus” dan subtema “Mari Melalui Rekonsiliasi Ini, Kita Berdamai Dengan Tuhan, Gereja, Alam, Leluhur dan Sesama Kita”, Uskup Bernardus menyampaikan pesan keras bahwa rekonsiliasi bukanlah ritus seremonial belaka.

“Hari ini adalah hari bersejarah bagi umat di tanah Amungsa untuk saling memaafkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, atas dendam dan amarah yang diwariskan kepada anak cucu,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa pertobatan membawa sukacita surgawi, sebagaimana sabda Yesus: “Bila satu orang bertobat, malaikat di surga bergembira.” Karena itu, umat Amungme diminta meninggalkan permusuhan dan kembali hidup sebagai satu tubuh.

“Kita dipanggil bersatu, bukan bermusuhan. Bukan saling melukai, melainkan menjadi satu tubuh. Hari ini momentum bersejarah untuk melepaskan tali-tali pengikat dosa, kebencian, dan amarah menuju Papua yang lebih baik,” kata Uskup Bernardus.

Setelah pembacaan Kitab Suci dan renungan, prosesi rekonsiliasi dimulai. Perwakilan setiap klan maju bergiliran ke depan altar, menyampaikan pengakuan atas kesalahan dan luka yang pernah terjadi—baik terhadap Tuhan, alam, maupun sesama.

Sebagai simbol tobat, umat membawa secarik kertas berisi catatan dosa yang kemudian diletakkan ke dalam wadah khusus. Wadah itu dibakar, menjadi simbol penghancuran dosa dan pembaruan hidup. Umat juga menyerahkan uang silih dosa yang diterima langsung oleh Uskup.

Prosesi dilanjutkan oleh perwakilan setiap marga, sebelum akhirnya dibuka bagi seluruh umat yang ingin mengungkapkan penyesalan secara pribadi. Pada puncak rangkaian, Uskup Bernardus memberikan absolusi umum sebagai tanda pengampunan.

Usai absolusi, Uskup memberkati air dan garam yang kemudian digunakan untuk memerciki umat—melambangkan kesucian baru dan penjagaan ilahi.

Dalam kesempatan itu pula diberkati sebuah salib kayu besar yang akan ditancapkan di pelabuhan Kampung Kiliarma, pintu masuk wilayah Agimuga dari jalur laut. Salib tersebut diharapkan menjadi penegas perdamaian dan kehadiran Kristus di tengah perjalanan masyarakat setempat.

Tak hanya umat Amungme, perwakilan masyarakat dari Kampung Fakafuku, Suku Sempan, juga hadir. Keterlibatan mereka disebut-sebut sebagai tanda menguatnya persaudaraan antar-suku di wilayah pesisir dan pegunungan Mimika selatan.

Prosesi rekonsiliasi ini didampingi sejumlah imam yang selama ini melayani umat Agimuga:
– Pastor Lambert Kopong, Pr, Pastor Paroki Kebangkitan Agimuga
– Pastor Ibrani Gwijangge, Pr, pendamping utama panitia rekonsiliasi
– Pastor Samuel Ohoiledyaan, Pr, mantan pastor paroki Agimuga
– Pastor Silvester Dogomo, Pr, yang pernah menjalani Tahun Orientasi Pastoral di Agimuga

Dedikasi para imam ini disebut menjadi salah satu pilar keberhasilan penyelenggaraan rekonsiliasi yang telah lama dinantikan masyarakat.

Rekonsiliasi akbar ini dipandang warga setempat sebagai awal baru bagi hubungan antar-keluarga dan antar-klan. Banyak dari mereka menyebut momentum ini sebagai titik balik untuk meninggalkan sejarah kelam konflik yang mengakar, sekaligus kesempatan memperbaharui relasi sosial dan spiritual.

Di bawah langit Agimuga yang mendung, asap pembakaran catatan dosa perlahan mengepul. Bersamaan dengan itu, masyarakat Amungme menandai lembar baru perjalanan mereka—menuju hidup yang lebih damai, bersatu, dan berpengharapan. (Jeri/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *