Kajati Banten Dorong Penerapan DPA dalam Penanganan Perkara Pidana

0
Kajati Banten Dorong Penerapan DPA dalam Penanganan Perkara Pidana
Views: 8

SERANG, TirtaNews – Dalam rangka memperingati Hari Lahir Kejaksaan Republik Indonesia ke-80, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menggelar seminar hukum bertajuk “Optimalisasi Pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money melalui Deferred Prosecution Agreement (DPA) dalam Penanganan Perkara Pidana” di Grand Auditorium Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Senin, 25 Agustus 2025.

Kepala Kejati Banten, Dr. Siswanto, menegaskan bahwa seminar ini menjadi ruang kolaborasi antara praktisi dan akademisi hukum untuk memperkuat pembaruan sistem peradilan pidana. “Seminar menjadi wadah kolaborasi antara praktisi dan akademisi untuk memberikan kontribusi terhadap pembaharuan hukum pidana di Indonesia,” ujar Siswanto dalam sambutannya.

Seminar menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono; Ketua Pengadilan Tinggi Banten, Dr. H. Suharjono; Wakil Ketua Umum PERADI, Dr. Shalih Mangara Sitompul; Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Prof. Jamin Ginting; serta Dekan Fakultas Hukum Untirta, Dr. Ferry Fathurokhman.

Dalam diskusi, konsep DPA atau perjanjian penangguhan penuntutan dipandang sebagai mekanisme alternatif penyelesaian perkara pidana di luar jalur pengadilan. Skema ini memungkinkan penuntutan terhadap korporasi dialihkan ke jalur administratif atau sipil, selama syarat yang disepakati terpenuhi. Model serupa telah diterapkan di sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Brasil, dan Singapura.

Di Indonesia, DPA tengah dibahas dalam Rancangan KUHAP dan dinilai sejalan dengan filosofi KUHP baru yang berlaku mulai 1 Januari 2026. Regulasi tersebut menekankan pergeseran paradigma dari pendekatan punitive menuju restorative justice.

Siswanto menilai DPA akan memberi efisiensi, efektivitas, sekaligus memulihkan kerugian negara maupun masyarakat. Mekanisme ini juga menekan beban peradilan pidana. Namun, DPA hanya dapat diterapkan jika tersangka kooperatif, mengakui kesalahan, bukan residivis, serta bersedia memulihkan kerugian.

“Penegakan hukum tidak hanya soal menghukum, tapi juga memperbaiki dan memulihkan. Seminar ini diharapkan menghasilkan rekomendasi strategis untuk penerapan DPA di Indonesia,” kata Siswanto menutup sambutannya.

Kegiatan ini turut dihadiri pejabat Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri se-Banten, hakim Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri, akademisi, PPATK, OJK, Bank Indonesia, serta perwakilan advokat, baik secara luring maupun daring. (Az/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *