Pemotongan Kapal Diduga Ilegal, Wakil Ketua Demokrat Banten Diperiksa Penyidik Hubla

0
Pemotongan Kapal Diduga Ilegal, Wakil Ketua Demokrat Banten Diperiksa Penyidik Hubla
Views: 9

SERANG, TirtaNews – Dugaan praktik pemotongan kapal ilegal kembali mencuat di wilayah pesisir Banten. Penyidik Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan memeriksa sejumlah pihak terkait aktivitas pembongkaran kapal MV Golden Pearl 9, termasuk seorang politisi Partai Demokrat berinisial NM, yang diketahui menjabat sebagai Wakil Ketua DPD Demokrat Banten.

Pemeriksaan terhadap NM dilakukan setelah penyidik lebih dulu meminta keterangan dari beberapa pihak yang diduga terlibat langsung dalam kegiatan tersebut. Mereka di antaranya adalah SN selaku Direktur perusahaan salvage, NB sebagai pemilik kapal, dua broker berinisial JJ dan RM, serta MS yang berperan sebagai mandor lapangan pemotongan kapal.

NM diperiksa dalam kapasitasnya sebagai pemilik lahan milik PT Karya Putra Berkah—lokasi yang digunakan sebagai tempat pemotongan kapal tersebut. Berdasarkan informasi yang dihimpun, lahan itu disebut belum mengantongi izin resmi penutuhan kapal dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

Tak hanya soal izin lokasi, aktivitas pemotongan MV Golden Pearl 9 yang berlangsung pada 10 Juni 2025 lalu itu juga dinilai ilegal karena tidak disertai sejumlah dokumen penting. Di antaranya, tidak ada sertifikat penutuhan, tidak memiliki izin pengelolaan limbah B3, serta tidak diawasi langsung oleh petugas dari KSOP Kelas I Banten.

Seorang petugas dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Banten membenarkan kepemilikan lahan tersebut.
“Itu milik Nasrul Ulum. Bukan anggota dewan, karena belum sempat terpilih,” ujar petugas itu saat dikonfirmasi, Senin (30/6/2025).

Hingga berita ini diterbitkan, NM belum memberikan keterangan resmi terkait pemeriksaannya oleh penyidik Ditjen Hubla.

Sebagai catatan, penghentian aktivitas pemotongan kapal ini dilakukan merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2014 tentang Perlindungan Maritim serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Pelanggaran terhadap regulasi ini bisa berujung pada sanksi pidana dan administratif, khususnya jika aktivitas tersebut terbukti merusak lingkungan.

Keluhan dari masyarakat pesisir pun bermunculan sebelum kegiatan ini dihentikan. Sejumlah nelayan lokal mengaku mengalami penurunan hasil tangkapan dan perubahan kondisi air laut akibat limbah dari aktivitas pembongkaran kapal.

“Alhamdulillah, kalau sekarang pemotongannya sudah dihentikan. Mudah-mudahan nelayan bisa lebih gampang cari ikan lagi,” ujar Suwarni, warga Bojonegara.

Pemerintah pun mengingatkan seluruh pelaku usaha di sektor maritim untuk mematuhi ketentuan yang berlaku, serta menjaga kelestarian lingkungan laut demi keberlangsungan hidup masyarakat pesisir. (Dd/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *