Perkumpulan Eks Napi Peduli Pembangunan Kritik Sistem SPMB 2025, Soroti Dugaan Titipan DPRD Banten

oplus_2
SERANG, TirtaNews — Perkumpulan Eks Narapidana Peduli Pembangunan Indonesia menggelar aksi unjuk rasa di Halaman Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) pada Kamis, 26 Juni 2025. Aksi ini digelar menyusul beredarnya memo titipan siswa ke SMA Negeri di Kota Cilegon yang diduga berasal dari Wakil Ketua DPRD Banten, Budi Prayogo.
Memo tersebut dibubuhi tanda tangan dan cap resmi DPRD Provinsi Banten. Dalam dokumen yang beredar, terdapat permohonan titipan siswa untuk diterima di salah satu SMA Negeri di Cilegon. Budi Prayogo diketahui merupakan legislator dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Aksi ini menyoroti dugaan intervensi dalam sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) atau yang kini dikenal sebagai Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 di Banten.
Ketua perkumpulan, Deli Suhendar, dalam orasinya menyatakan bahwa pihaknya mendesak Gubernur Banten untuk segera melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) apabila menemukan indikasi permintaan dana atau hadiah oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun non-ASN dalam proses SPMB. Ia merujuk pada Surat Edaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor 27 Tahun 2025 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi dalam Penyelenggaraan SPMB.
“Permintaan dana atau hadiah dalam proses penerimaan siswa, baik oleh ASN maupun non-ASN, termasuk tenaga pendidik, merupakan pelanggaran hukum. Ini bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi,” ujar Deli.
Lebih lanjut, Deli menyebut keputusan Gubernur Banten Nomor 261 Tahun 2025 sebagai dasar hukum yang mengatur teknis penerimaan murid baru. Dalam keputusan itu, dijelaskan bahwa jalur pendaftaran jenjang SMA terdiri dari jalur domisili dan jalur prestasi. Jalur domisili diperuntukkan bagi calon murid yang tinggal di wilayah zonasi, sementara jalur prestasi ditujukan bagi murid yang memiliki nilai akademik unggul.

Namun, menurut Deli, dalam pelaksanaannya terjadi tumpang tindih antara kedua jalur tersebut. Ia menilai kuota jalur domisili tidak berjalan efektif karena seleksi lebih menekankan pada bobot nilai rapor lima semester. Kondisi ini, menurutnya, menyerupai sistem lama berbasis Ebtanas Murni (NEM) yang sudah tidak berlaku.
“Banyak calon siswa dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang mengandalkan jalur domisili justru gagal masuk karena sistem seleksi lebih mengutamakan nilai rapor. Ini sangat merugikan,” kata Deli.
Ia juga mengkritik kurangnya sosialisasi dari Dinas Pendidikan Banten terkait mekanisme dan kriteria seleksi SPMB. Menurutnya, banyak siswa SMP dan orang tua yang masih berpatokan pada jarak tempat tinggal sebagai penentu utama, tanpa menyadari bahwa nilai rapor menjadi faktor utama dalam proses seleksi tahun ini.
Aksi ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah daerah untuk segera mengevaluasi pelaksanaan SPMB 2025. Deli menegaskan bahwa transparansi dan keadilan dalam pendidikan adalah bagian dari hak dasar warga negara yang harus dijamin negara. “Kita bicara soal masa depan anak-anak bangsa. Jangan sampai sistem yang tumpang tindih dan praktik titipan merusak kepercayaan publik,” ujarnya. (Az/Red)