Campur Muatan Berbahaya dan Penumpang, Pelabuhan Merak Abaikan Aturan Keselamatan

CILEGON, TirtaNews — Setiap hari, ribuan kendaraan melintasi Pelabuhan Merak, Banten, menuju Bakauheni, Lampung. Moda kapal roro menjadi tulang punggung mobilitas antarpulau, mengangkut kendaraan pribadi, bus, truk, hingga pejalan kaki. Namun, di balik aktivitas yang tampak rutin itu, tersembunyi ancaman yang nyaris tak terdengar: pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) serta batu bara dalam kapal yang sama dengan penumpang umum.
Kondisi ini dialami langsung oleh pengguna jasa penyeberangan. Di balik lalu lintas bongkar-muat kapal penumpang yang tampak normal, kendaraan pengangkut bahan berbahaya kerap ikut menumpang tanpa pemisahan yang memadai.
Temuan ini terungkap dalam pengamatan lapangan pada Sabtu, 17 Mei 2025. Sejumlah truk bertanda pengangkut limbah tampak mengantre di dermaga reguler bersama mobil pribadi dan bus. Seorang penumpang, Alwi, mengaku mencium bau menyengat dari dek bawah kapal. “Saya sih nggak terlalu khawatir, tapi baunya kadang kecium. Kalau mobil bawa B3, mestinya dipisah. Jangan bareng sama penumpang,” ujarnya.
Fenomena ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap implementasi regulasi yang secara hukum sudah sangat tegas.
Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 103 Tahun 2017 tentang Pengangkutan Barang Berbahaya dengan Angkutan Laut menyatakan secara eksplisit bahwa:
Pasal 5 ayat (1): “Barang berbahaya tidak boleh diangkut bersama penumpang dalam satu kapal, kecuali pada tempat yang dipisahkan secara fisik dan aman.”
Pasal 17 mewajibkan penandaan dan identifikasi pada kendaraan yang mengangkut barang berbahaya.
Ketentuan ini kemudian ditegaskan kembali dalam Permenhub Nomor PM 16 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan, di mana:
Pasal 43 ayat (2) menyatakan: “Kapal yang mengangkut kendaraan dengan muatan bahan berbahaya dilarang mengangkut penumpang umum kecuali dalam kapal khusus atau telah dipisahkan secara teknis dan aman sesuai standar keselamatan.”
Pasal 54 ayat (1): mengharuskan operator dan petugas pelabuhan melakukan pemeriksaan atas muatan kendaraan secara acak maupun menyeluruh.
Namun, di lapangan, ketentuan tersebut tampak longgar diterapkan. Pengawasan di pintu masuk pelabuhan, manifest muatan, hingga tata letak kendaraan di kapal masih memberi celah bagi pelanggaran prosedur.
Hingga berita ini diturunkan, saat di konfirmasi melalui pesan WhatsApp Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut (Lala) KSOP Kelas I Banten, Fasisal, belum memberikan tanggapan resmi atas temuan tersebut.
Sementara itu, desakan untuk melakukan audit menyeluruh terhadap operasional penyeberangan Merak–Bakauheni terus menguat, terutama menyangkut prosedur pemeriksaan kendaraan dan pengawasan manifest muatan.
Pelabuhan Merak bukan sekadar simpul logistik, melainkan juga barometer keseriusan negara dalam menjamin keselamatan publik.(Dd/Red)