Kesultanan Banten 5 Abad, UIN SMH Gelar Seminar Serukan Rekonstruksi Kedaulatan Budaya

SERANG, TirtaNews – Memperingati lima abad Kesultanan Banten, Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten menggelar seminar bertajuk “Kesultanan Banten: Masa Lalu, Kini dan yang Akan Datang”, Rabu kemarin. Bertempat di Auditorium Gedung Rektorat UIN SMH Banten, forum ini menjadi ruang refleksi penting bagi akademisi, sejarawan, budayawan, dan masyarakat, membahas kembali posisi strategis Banten dalam sejarah Indonesia dan dunia, Rabu (16/04/2025).
Sultan Banten ke-XVIII, RTB. Hendra Bambang Wisanggeni S, membuka seminar dengan menyerukan pentingnya pelestarian nilai-nilai luhur Kesultanan Banten. Menurutnya, warisan budaya ini tidak sekadar menjadi kebanggaan, melainkan harus menjadi inspirasi moral dan spiritual dalam membangun bangsa.
“Kita harus wariskan nilai-nilai ini untuk generasi berikutnya, sebagai bekal menghadapi tantangan zaman,” ujarnya.
Rektor UIN SMH Banten, Prof. Dr. H. Wawan Wahyuddin, M.Pd, menyatakan kampus harus menjadi garda depan dalam menjaga dan mengembangkan budaya lokal. “Sejarah bukan sekadar nostalgia. Dari sejarah, kita membangun masa depan yang lebih baik,” katanya.
Ketua panitia seminar, Drs. H. Makmun Muzakki, menegaskan bahwa forum ini bukan panggung politik, melainkan ruang ilmiah untuk menggali kontribusi nilai-nilai budaya dalam pembangunan daerah. “Soal Kesultanan Banten adalah soal budaya. Forum ini menyatukan kita untuk membangun Banten yang lebih bermartabat,” ujarnya.
Sejarawan Kesultanan Cirebon, Mustaqim Asteja, yang hadir sebagai pembicara, memaparkan bahwa sejarah Banten tak bisa dilihat sebagai sejarah lokal semata. “Sejak abad ke-16, Banten sudah menjadi simpul penting jalur perdagangan global,” kata Mustaqim. Ia mengutip catatan penjelajah Portugis yang menempatkan Banten sebagai pusat perdagangan terbesar di kawasan Hindia Belanda.
Sementara itu, Prof. Dr. HMA. Tihami, MA, menyoroti kemerosotan sosial Banten saat ini yang dinilainya jauh tertinggal dibanding masa kejayaan Kesultanan. Ia menegaskan perlunya pengembalian kedaulatan budaya kepada Kesultanan.
“Banten dulu besar karena ada pemangku budaya yang bertanggung jawab. Kini kita kehilangan itu. Maka, perlu dirajut kembali rekonstruksi Kesultanan Banten,” tegasnya.
Senada, Prof. Mufti Ali, MA, Ph.D, menyampaikan hasil penelitian tentang perjalanan Maulana Hasanuddin yang diperoleh dari empat sumber lokal. Ia menekankan pentingnya pelurusan narasi sejarah berbasis dokumen otentik agar tak tergerus oleh narasi yang keliru.
Seminar yang dipandu oleh Ahmad Yani, S.Sos., M.Si ini berlangsung dinamis dengan berbagai tanggapan kritis dari peserta. Forum ini akhirnya merekomendasikan beberapa butir penting yang akan disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto, terkait upaya rekonstruksi kedaulatan budaya Banten dan pelestarian warisan Kesultanan secara nasional. (Az/Red)