Kritik dan Ruang Publik vis a vis Matinya Ruang Publik di Tangan Penguasa anti Kritik

0
Kritik dan Ruang Publik vis a vis Matinya Ruang Publik di Tangan Penguasa anti Kritik
Views: 47

Oleh: Sumintak (Dosen Sosiologi UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten)

Bandara Soekarno-Hatta, 17 Juli 2024. Sembari  menunggu jadwal penerbangan, saya menikmati dinginnya udara pagi yang begitu menggelitik ketika saya membuka pesan WhatsApp yang nadanya agak sinis menantang psikologis, tapi apalah daya saya hanya bisa membalas dengan senyum saya yang tak manis.

Seketika saya mencoba menelisik kritik yang pernah saya lontarkan di ruang publik (WhatsApp Group) ya sejatinya WAG merupakan perwujudan ruang publik di era digital. Bagi sebagian orang yang memiliki kuasa atau mereka yang berada dalam ketiak penguasa nampaknya kritik sering kali ditafsirkan secara sentimental, hanya sedikit kekuasaan yang melayani kritik secara argumentatif. kritik yang fitrahnya harus keras, pedas dan terkesan agak sangar, bahkan tak jarang berujung pada sesuatu yang tidak mengenakan.

Di sisi  lain kekuasaan nyatanya memang berwajah ganda; menyeru untuk dikritik, namun berkuping tipis saat ditampar kritik. Partisipasi publik digaungkan dengan nada yang begitu manis bak sedang melakukan sebuah pertunjukan panggung depan yang memukau penonton, padahal sangat kontras sekali dengan panggung belakang (hati dan fikirannya) yang  merasa terusik oleh kritik, Erving Goffman (1959) menyebutnya dengan Dramaturgi.

Kita tahu bahwa ruang publik sejatinya lalu lintas-sebuah ide-gagasan yang mesti dibiarkan hidup dan tidak boleh dibatasi apalagi dengan intervensi yang berlebih dengan dalih kesantunan. Amir (2022) menjelaskan bahwa kritik di ruang publik berbeda dengan hinaan, kritik menyasar tubuh politik kekuasaan bukan menyasar persona.

Secara intrinsik, kritik akan menampilkan sudut pandang yang lebih bernas dalam meneropong masalah. Kritik dengan basis argumentatif, dibalas argumen bukan sentimen dengan mengancam atau bahkan memukul, memidanakan atau dengan dalih kesantunan. Karena lagi-lgi kritik tidak mengenal sopan-santun (bukan kritik namanya) kalau dibatasi dengan persoalan kesantunan.

Kita coba kembali mengingat bahwa dalam genealogi filsafat dan sains kritik mendapat tempat yang sangat istimewa. Seorang Karl Popper dalam (A Sonny Keraf & Mikhael Dua, 2009) menggunakan kritik sebagai jalan menuju kebenaran. Baginya kritik merupakan satu-satunya metode untuk mendekati kebenaran.

Sebagaimana kita tahu bahwa panjangnya sejarah demokrasi dalam mewujudkan demokrasi telah mengalami beberapa kali proses pengulitan (dikuliti) diuji berulang kali oleh kritik. Maka pada wilayah ini seharusnya kekuasaan; orang yang berkuasa atau yang berada dalam ketiak penguasa seharusnya menjadi pelopor kultur egaliter. Sebab masyarakat (akar rumput) berhak tumbuh subur dalam semangat tersebut.

Dalam pustaka demokrasi, lagi-lagi kekuasan harus dikritik, agar tidak jatuh terjerembab ke dalam neraka otoritarianisme. Namun nyatanya kekuasaan mulai tabu dengan kritik. Hanya karena sebuah kritik yang mengandung kata-kata menyakitkan, bukan berarti sebagai sebuah bentuk penghinaan. Sinergitas dalam membangun sebuah kekuasaan tak mesti harus melulu satu pandangan. Karena kekuasaan bukan sentral kebenaran, maka sudah seharusnya keberagaman dialektika dan perspektif baru merupakan sebuah sinergitas yang sesungguhnya dalam sebuah proses kepemimpinan.

Kritik bisa berasal dari siapa saja dan berada di ruang mana saja, terlebih pada ruang publik (sepert Media Sosial). Jangan sampai ruang publik hanya menjadi panggung depan penguasa dan antek-anteknya dalam mempertontonkan kebusukan kekuasaannya yang begitu tamak bin rakus dengan ambisi dan hasrat yang menggebu degan membunuh nalar berfikir kritis seseorang di ruang publik. (*)

Referensi
Amir, M. Nofrizal, 2022. “Kritik Nurkholis dan Ruang Publik” (Maluku, Halmaheranesia.com)

Goffman, Erving, 1959. “The Presentation of Self in Everyday Life”  (Jakarta, Erlangga)

Keraf, A Sonny. 2009. ” Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis. (Yogyakarta:Kanisius)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *