Sekolah Paksa Jual Buku LKS Ke Peserta Didik di Sekolah Bisa Masuk Penjara

0
Sekolah Paksa Jual Buku LKS Ke Peserta Didik di Sekolah Bisa Masuk Penjara
Views: 865

Serang, TirtaNews – Setelah Masuk tahun ajaran baru Semester 1 sampai 2 di lembaga pendidikan mulai dari tingkat SD,SMP dan SMA Negeri penerima dana bantuan operasional (BOS) masing-masingnya diduga telah mengunakan cara untuk meraup keuntungan pribadi dari penjualan buku ke peserta didiknya hingga tidak jarang mengabaikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 2 tahun 2008 tentang Buku, pasal (11) melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik.

Pada Undang-Undang No.3 Tahun 2017 juga mengatur Sistem Perbukuan, tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup pemerolehan naskah, penerbitan, pencetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, penggunaan, penyediaan, dan pengawasan buku” Ungkap Rachmat Suteja selaku Ketua Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Swadaya Masyarakat Pemantau Kinerja Aparatur Negara Pembaharuan Nasional DPD LSM PENJARA PN Provinsi Banten (14/01/2023).

Menurut Rachmat, Buku pegangan siswa dari sekolah diberikan secara gratis, karena disubsidi pemerintah melalui Dana Bantuan Operasional (BOS) .”Buku yang disubsidi pemerintah tidak boleh dijual kepada siswa. Karena itu hak siswa.” jelasnya.

Demikianpun dengan Buku LKS tidak diperjual belikan di sekolah .Siswa berhak membeli LKS ,namun tidak di sekolah. Orang Tua siswa beli LKS di toko buku.

Hal tersebut cukup jelas dalam Pasal 63 ayat (1) UU Sistem Perbukuan “Penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan dan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

Dalam Pasal 64 ayat (1) UU Sistem Perbukuan.”Penjualan buku teks pendamping dan buku non teks dilakukan melalui Toko Buku dan atau sarana lain” jelasnya.

Rachmat menjelaskan pula, “Permendiknas No 2 tahun 2008 tentang Perbukuan. Pasal (1) angka 10 “toko buku termasuk ke dalam distributor eceran buku atau pengecer, yang lengkapnya berbunyi “Distributor eceran buku yang selanjutnya disebut pengecer adalah orang-perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengan cara membeli dari penerbit atau distributor dan menjualnya secara eceran kepada konsumen akhir”.

Dalam hal ini jika ditemukan ada tenaga pengajar atau guru di sekolahan yang menjual secara langsung buku LKS kepada siswa hal itu patut dipertanyakan karena tugas dan fungsi seorang guru adalah mengajar di lembaga pendidikan,dan disekolah tempatnya proses belajar dan mengajar bukan tempatnya berdagang buku”ungkapnya.

Penjualan buku, dan Lembar Kerja Siswa (LKS) juga marak terjadi setiap ajaran baru bahkan setiap berganti semester. Walau dikatakan tidak wajib, namun para murid mau tidak mau harus membeli karena banyak tugas yang diberikan lewat LKS tersebut.

Masih ada Sekolah yang melakukan penjualan buku LKS mengatas namakan melalui Koperasi. Ragam dalih pun bermacam-macam, salah satunya untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, sebagai pendamping, atau referensi pengetahuan bagi anak didik. Hal ini terkadang menjadi pembenaran, tanpa mengindahkan peraturan yang sudah jelas melarangnya.

Sebagaimana yang terjadi pada salah satu sekolah tingkat SD/SMP Negeri di Kabupaten/Kota di Propinsi Banten, ,secara terang-terangan pihak guru sekolah membagikan buku LKS kepada siswa didik di sekolahan tersebut dan tidak tanggung tanggung harganya keseluruhan buku yang harus dibayar mencapai seratus ribu rupiah lebih setiap semesternya.

Menyoal adanya praktik jual beli LKS. Larangan tersebut sudah diatur tegas di pasal 181a Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yang menyatakan pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, LLS, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, seragam sekolah, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan.

Berdasarkan pasal itu sudah jelas. Guru, maupun karyawan di sekolah sama sekali tidak boleh menjual buku-buku maupun seragam di sekolah.

Rachmat Suteja ketua DPD LSM PENJARA PN menjelaskan pula, ” tenaga pendidik yang menjual buku LKS di sekolah kepada siswa itu jelas pungli dan dapat dijerat pada Aturan hukum pungutan liar atau pungli masuk ke pasal 368 KUHP terhadap kegiatan yang menguntungkan diri sendiri.

Dalam pasal ini dijelaskan kalau kegiatan mengancam untuk mendapatkan sesuatu dapat dikenakan pidana penjara selama 9 tahun” ungkapnya.

Ketua PENJARA PN ini mempertanyakan sumber dana untuk pembelian buku LKS tersebut, jika dana pembelian memakai dana BOS itu sudah jelas melanggar Hukum karna dana bos sudah jelas peruntukkannya untuk siswa dan jika sekolah hanya membantu dalam menjualkan buku LKS pada siswa pasti si penjual (guru) tidak menutup kemungkinan mendapatkan untung dari penjualan yang sudah ditetapkan harga nya dari penerbit. sebagai contoh harga satuan buku LKS dari penerbit Rp.10 ribu namun dijual guru kepada siswa Rp.15. ribu ini berarti sang guru mendapatkan untung Rp.5 ribu/satu buku LKS.Jika satu siswa diharuskan membeli 10 buah buku berarti sang guru mendapatkan keuntungan Rp.50 ribu/siswa, dan dapat diperkirakan dalam 1 sekolahan minimal 400 siswa maka dapat kita bayangkan berapa keuntungan dari pihak pendidik dan ini jelas jelas perbuatan melanggar hukum.
Komite Sekolah pun dilarang menjual buku maupun seragam sekolah. Sebagaimana diatur dalam Pasal 12a, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2020 Tentang Komite Sekolah.

Di pasal itu tertulis, Komite Sekolah, baik perorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di sekolah.

Jual beli seragam, buku pelajaran dan LKS yang dilakukan pihak sekolah merupakan mal administrasi, sebuah pelanggaran administrasi, dapat dikategorikan sebagai tindakan Pungutan Liar atau Pungli, yang dapat dikenakan sanksi pidana bagi pelakunya.

Praktik jual beli seragam, buku hingga LKS yang dilakukan sekolah maupun komite sekolah sebagai bagian dari tindakan Pungli. Sebab, hal itu menjadi ranah penegak hukum.

Sedangkan sanksi administrasi yang dimaksud, adalah dengan melakukan mutasi hingga pencopotan dari jabatan guru atau karyawan sekolah. Dan kewenangan ini menjadi tanggung jawab pimpinan sekolah.

Kalau itu sekolah, pimpinan di atasnya berarti Dinas (Pendidikan). Tentu Dinas yang akan memberikan sanksi kepada para kepala sekolah yang melakukan maladministrasi.

Dan jelas apabila ada tenaga pendidik atau guru yang menjual buku disekolah itu adalah pungli dan dapat dipidana para pelakunya.
Salam Sehat Selalu.(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *